Ilustrasi sampah perkotaan. Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso |
“Pernahkah kita berpikir, ketika usai membeli suatu barang; misalnya kardus handphone jika sudah tidak terpakai, kemanakah sampah benda ini mendarat?”
Setiap aktivitas makhluk hidup, manusia tepatnya, dari bangun tidur hingga tidur kembali tidak luput dari sampah dan limbah. Wajar apabila pertambahan penduduk berbanding lurus dengan pertambahan volume limbah dan sampah yang dihasilkan. Selaras dengan hasil proyeksi Data Statistik Indonesia yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025.
Selain pertambahan penduduk yang pesat, peningkatan timbulan masalah sampah juga ditambah dengan peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat,baik dari segi konsumsi maupun produksi masyarakat yang semakin beranekaragam. Tengoklah jajanan anak-anak sekarang, sampho, sabun mandi hingga mayones semua tersedia dalam bentuk sachet. Kemasan sachet tersebut tentu menghasilkan limbah yang tidak sedikit.
Merupakan rahasia umum bahwa timbunan sampah menimbulkan banyak permasalahan, baik secara langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat sekitar. Mulai dari pemandangan yang tidak indah hingga bau busuk yang meraja rela. Hal tersebut merupakan dampak langsung dari tumbunan sampah tersebut. Sedangkan dampak tidak langsungnya diantaranya adalah penyakit menular dari pernafasan dan kulit dan bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang ke sungai.
Masihkah kita menemui masyarakat yang membuang sampah ke sungai atau penimbunan sampah sementara di lahan terbuka?
Sampah di kawasan Taman Laut Bunaken. | Capture Youtube |
Sampah di kawasan Taman Laut Bunaken. | Capture Youtube |
Hal tersebut merupakan salah satu indikator bahwa pengelolaan sampah di negara kita ini belum baik. Berdasarkan data-data BPS tahun 2000, dari 384 kota di Indonesia menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari.Penanganan sampah tersebut yang diangkut ke dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2 %, yang dibakar sebesar 37,6 % , yang dibuang ke sungai 4,9 % dan tidak tertangani sebesar 53,3 %.
Perilaku masyarakat untuk mengolah sampah tersebut tentu bergantung dengan pendidikan, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Paradigma tentang pengolahan sampah yang terukir di dalam kepala masyarakat Indonesia sampai pada saat ini masih mengandalkan proses kumpul-angkut-buang, jauh dari kata ramah lingkungan. Hal inidiperkuatdengan keterbatasan lahan untuk TPA dan manajemen pengolahan sampah yang belum baik.
Manajemen pengolahan sampah di beberapa kota pada umumnya dilakukan dinas kebersihan kota dengan keterlibatan masyarakat maupun pihak swasta. Biasanya, masyarakat terlibat dalam sektor pengumpulan sedangkan pihak swasta mengelola persampahan pada kawasan elit.
Sayangnya, kinerja dinas kebersihan cenderung menurun salahsatunya dikarenakan adanya tumpang tindih fungsi di dalam dinas kebersihan itu sendiri. Dinas kebersihan memiliki fungsi sebagai pengelola, pengatur, pengawas, dan pembina pengelola persampahan. Suatu hal yang tidak efektif jika sebagai pihak pengatur yang seharusnya dapat mengukur kinerja keberhasilan operator pengelolaan sampah dan sekaligus menerapkan sangsi sebagai mana mestinya. Hal tersebut tidak akan pernah terlaksana dengan baik karena operator tersebut tidak lain adalah dirinya sendiri.
Pada umumnya kendala pada pengangkutan sampah adalah cairan ataupun ceceran sampah serta bau tidak sedap sepanjang rute pengangkutan, terhambatnya arus transportasi akibat truk sampah. Oleh karena itu, proses pemindahan sampah tersebut harus dilakukan cepat agar tidak menggangu kelancaran lalulintas dan penggunaan truk pengangkut menjadi efisien.
Memang hal utama yang dapat memayungi pengolahan sampah baik ditingkat pusat maupun daerah adalah kebijakan secara menyeluruh dari pemerintah kita sendiri.
Dalam kebijakan ini kita memerlukan pemisahan yang jelas antara pembuat peraturan, pengatur dan pelaksana pengolaan sampah demi optimasi kinerja SDM pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah pada saat ini berdasarkan wilayah administrasi, optimasi dapat dilakukan dengan mengubahnya secara regional dengan menggabungkan beberapa kota dan kabupaten dalam pengelolaan persampahan. Hal ini akan menguntungkan karena lebih ekonomis dalam tingkat pengelolaan TPA dan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Oleh sebab itu peraturan daerah bersama yang mengatur pengelolaan persampahan harus dibentuk. Peraturan tersebut tentu harus mempertimbangkan segala aspek, baik teknik pengolaan sampah, keuangan, hukum dan kelembagaan.
Sampai pada saat ini kebijakan pemerintah yang ada hanyalah pada tahap teknis yaitu dengan melakukan pengurangan timbulan sampah dengan menerapkan Reduce, Reuse dan Recycle ( 3 R ), dengan harapan pada tahun 2025 tercapai “zero waste“. Harapan itu akan menjadi hanya harapan apabila kita tidak memiliki kebijakan yang tepat dengan realita yang ada.
Tumpukan sampah di belakang eks bioskop Plaza Tondano beberapa waktu lalu. Foto: dok.CSN |
Namun harapan menuju perubahan lebih baik itu selalu ada, dengan syarat kita harus ambil peran dalam perubahan tersebut. Hal yang pertama dapat kita lakukan adalah dengan mengurangi sumber sampah dari segala aktivitas kita.
1. Mulai dari memilih produk kemasan dengan ukuran lebih besar,
Dewasa ini semua produk banyak memberikan alternatif kemasan dengan berbagai macam ukuran. Kita akan menjadi lebih bijak jika memilih ukuran yang lebih besar. Hal tersebut membantu mengurangi volume sampah yang akan timbul.
2. Menghindari barang dengan berumur pendek,
salah satunya adalah hindari untuk membungkus makanan dengan steroform, plastik atau kertas bungkus sekalipun. Ketiganya memiliki umur yang pendek dari segi pemakaian dan memiliki waktu yang lama dalam proses penguraian. Jika memang harus membungkus makanan, usahakan memakai tempat makanan tertutup yang bisa digunakan berulang kali.
3. Menghabiskan makanan dan mendaur ulang barang-barang
Selain hal-hal di atas kita dapat memisahkan sampah dari rumah kita sendiri. Dalam memisahkan sampah, mulai dari sampah yang mudah/tidaknya membusuk. Sampah yang mudah membusuk kita dapat membuat kompos secara mandiri ataupun kirim ke tempat pengomposan sementara sampah yang sulit membusuk dapat kita jual atau sumbangkan.
1000 langkah besar dimulai dari 1 langkah kecil, jika kita bisa memulainya hari ini dan saat ini juga. Kenapa tidak?
(*)
Salam,
Shafira Adlina
Grup Diskusi Energi dan Lingkungan, FC3, Forum Indonesia Muda
Source: Green Kompasiana