Goa Sunyaragi
Melanjutkan perjalanan dari Kuningan, dari Telaga Nilem kami berangkat menuju Cirebon selepas Ashar dan menginap di Cirebon satu malam. Karena masih ada sedikit waktu jadi kami berencana ke Goa Sunyaragi sekaligus menikmati sunset. Sampai di parkiran sekitar jam 4 lewat. Setelah membayar tiket masuk Rp. 10.000 per orang dan parkir Rp. 3.000 kami memasuki areal cagar budaya ini. oh iya, kami sholat Ashar dulu di mushola yang ada di dalam area ini.
Nah sebagai pengetahuan aja, areal Cagar Budaya ini mempunyai luas sekitar 15 hektar, dengan bangunan yang mirip candi. Gua ini merupakan bagian dari Kasepuhan dan kabarnya ada goa penghubung kedua areal tersebut. Sementara itu dari artinya, sunya=sepi, raga=raga jadi sunyaragi bisa diartikan tempat menyepi/bertapa keluarga Kerajaan.
Salah satu sudut Goa Sunyaragi |
Landmark Goa Sunyaragi |
Welfie... |
Welfie... |
Meskipun bergantian berfoto dengan pengunjung lain akhirnya kami bisa berfoto di beberapa spot foto andalan di sini. Dari satu lokasi ke lokasi lain di hubungkan oleh jalan-jalan dan lorong-lorong sempit. Di sini kita bisa melihat ruang-ruang kecil untuk beristirahat dan bersemedi. Juga terlihat jalur-jalur drainase/aliran air.
Salah satu sudut Goa |
|
Salah satu sudut Goa |
Salah satu sudut Goa |
Terakhir kami berfoto di dekat Gua Peteng yang ada Patung Gajah nya. Dan lokasi ini konon adalah Taman Sari dulunya. Ternyata baru tahu di sini juga terdapat Patung Perawan Kunti, karena kurang memperhatikan, jadi saya melewatkannya. Dan karena di buru-buru, udah ditungguin oleh petugas yang memberitahu bahwa jam 5 akan ditutup, kami pun buru-buru di sini.
Gua Peteng |
Gua Peteng |
Gua Peteng |
Menu makan malam tentulah yang menjadi ciri khas Cirebon yaitu Empal Gentong. Empal Gentong yang terkenal di sini adalah Empal Gentong Ibu Nur yang lokasinya tidak terlalu jauh dari penginapan. Meski ramai banget,, untunglah bisa mendapatkan tempat duduk dan menikmati Empal Gentong yang hits ini.
Kasepuhan Cirebon
Kasepuhan Cirebon
Jam 8 pagi tanpa sarapan kami langsung check-out dan melanjutkan perjalanan ke Keraton Kasepuhan. Jarak dari penginapan ke Keraton sekitar 4km yang ditempuh sekitar 15 menit. Karena salah ambil jalan, kami masuk lewat gerbang belakang. Untuk masuk ke Keraton kita dikenakan tarif Rp. 25.000/orang, lumayan mahal ya?.
DI belakang, terdapat lagi gerbang yaitu menuju ke Sumur 7. Untuk masuk ke komplek Sumur 7 kami membayar lagi Rp. 10.000/orang. Komplek ini dikelilingi oleh pagar-pagar dan gapura-gapura dari bata yang terlihat artistik. Konon kabarnya ketujuh sumur ini ada kegunaannya masing-masing, malah ada yang beracun.
Di komplek ini juga terlihat area Tamansari/Tempat Pemandian. Juga, jangan heran kalau di dalam ini terlihat ada yang menjual jerigen yang di gunakan untuk mengambil air untuk di bawa pulang (untuk apa, entahlah !!!).
Jalan menuju Sumur 7 |
Salah satu sumur di Sumur 7 |
Salah satu sumur di Sumur 7 |
Tamansari |
Salah satu sumur di Sumur 7 |
Salah satu sumur di Sumur 7 |
Keluar dari komplek Sumur 7 selanjutnya menuju Keraton. Keraton ini adalah tempat Kesultanan Cirebon bertahta. Sebenarnya ada lagi Museum yang menyimpan koleksi dan harta kerajaan tapi kami tidak masuk ke dalam musim hanya berkeliling komplek Keraton.
Museum |
Komplek ini dikelilingi oleh batu bata merah. Bangunan utama berwrna putih yang didepannya terdapat simbol 2 macan putih yang merupakan lambang keluarga besar Pajajaran. Di dalam bangunan terdapat ruang tamu, dan singgasana raja. Untuk menuju singgasana terdapat bangunan/selasar berbentuk bujur sangar yang miring yang bertujuan agar musuh tidak langsung menuju ke arah Sultan.
Di sebelah kanan terdapat gerbang yang di hiasi keramik-keramik dari China. Untuk diketahui bahwa salah satu istri Sunan Gunung Jati berasal dari China. Keramik-keramik ini di tempel di dinding-dinding gapura dan bangunan yang ada di dalam.
Bangunan utama Keraton |
Bangunan utama Keraton |
Pintu Buk Bacem yang dihiasi keramik China |
Hiasan dari keramik China |
Mesjid Agung Sang Cipta Rasa
Selanjutnya kami menuju bangunan bersejarah lainnya yang berada di sekitar Keraton, yaitu Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Mesjid ini juga di sebut dengan nama Mesjid Kasepuhan. Mesjid ini berada di sebelah kiri di jalan masuk menuju Keraton (dari jalan raya). Nah di sepanjang jalan yang panjangnya sekitar 100m ini tumpah ruah oleh pedagang yang berjualan aneka makanan dan cindera mata.
Selanjutnya kami menuju bangunan bersejarah lainnya yang berada di sekitar Keraton, yaitu Mesjid Agung Sang Cipta Rasa. Mesjid ini juga di sebut dengan nama Mesjid Kasepuhan. Mesjid ini berada di sebelah kiri di jalan masuk menuju Keraton (dari jalan raya). Nah di sepanjang jalan yang panjangnya sekitar 100m ini tumpah ruah oleh pedagang yang berjualan aneka makanan dan cindera mata.
Mesjid ini dibangun di jaman Sunan Sunan Gunung Jati tahun 1480 dan dirancang oleh Sunan Kalijaga dan dibantu oleh arsitek-arsitek lainnya.
Selasar mesjid |
Hiasan di selasar mesjid |
Mesjid ini sangat unik, untuk memasuki ruang utama dari Mesjid kita bisa melewati 9 pintu yang melambangkan Wali Songo (Wali 9). Pintunya kecil dan pendek sehingga untuk masuk/keluar kita harus menunduk. Ini ada filosofinya loh, dalam hidup, kita sebagai manusia harus selalu menunduk/rendah hati dan tidak sombong. Buat yang masuk haruslah sopan dan menutup aurat baik laki-laki dan perempuan. Di sebelah kanan terdapat sumur yang tidak pernah kering yang di sebut Sumur Zam-zam yang namanya mirip dengan Sumur Zam-zam yang ada di Mekkah.
Untuk yang ingin tahu mengenai keunikan mesjid ini silahkan baca link berikut, Mesjid Agung Sang Cipta Rasa.
Keluar masuk ke ruang utama mesjid |
Mihrab yang ada di ruang utama |
Sudah mendekati tengah hari, kami kembali ke parkiran yang ada di belakang, tentu saja melewati komplek Keraton lagi. Dan kami di tawarkan oleh seorang Abdi untuk menemui Pangeran untuk meminta ‘berkat’ dan lagi-lagi kami tolak dengan halus karena kami ke sini hanya untuk bekunjung.
- Telaga Remis, Telaga Nilem dan Telaga Biru