Setelah dari Curug Sirawe yang lumayan memakan tenaga, kami beristirahat sejenang di warung makan yang ada di samping kolam pemandian air panas. Berbeda dengan jalan ketika untuk pulang kami mengambil jalan yang membelah desa ini yang lumayan bagus tapi sangat curam. Karena jalannya kecil dan curam jadi semua penumpang harus turun dan menunggu di ujung jalan. Dari jalan ini kami bisa meihat ke bawah, ke desa yang diselimuti awan.
Kembali lagi, melewati Kawah Sileri selanjutnya di pertigaan mengambil arah ke Kawah Sikidang, salah satu icon Dieng. Seperti Kawah Sileri, Kawah Sikidang masih termasuk wilayah Dieng Banjarnegara. Berjarak sekitar 5km dari Kawah Sileri tidak begitu sulit menemukan lokasi Kawah Sikidang. Sebelum Kawah Sikidang kita akan melewati komplek Candi Arjuna. Hanya saja kami mampir ke Candi Arjuna di sore hari.
Sampai di loket masuk kami membayar HTM Rp. 15.000 yang merupakan tiket terusan Kawah Sikidang dan Candi Arjuna dan sudah termasuk parkir. Di parkiran terlihat banyak sekali kendaraan yang mengisi parkiran. Selain itu padat sekali dengan warung-warung yang menjual aneka makanan minuman dan aneka cendera mata. Juga sayur-sayuran terutama kentang yang menjadi primadona Dieng.
Landmark Kawah Sikidang |
Memasuki lorong kios-kios pedangangkita sudah memasuki area Kawah Sikidang. Berbeda dengan Tangkuban Perahu yang berada di puncak gunung, Kawah Sikidang berupa kawah beruapa area terbuka dan lebih mirip Jaboi Volcano di Sabang. Kawah ini membentuk bebatuan berwarna putih-kecoklatan karena adanya kandungan sulfur. Hanya sayangnya, warung-warung tenda berjejer sampai jauh ke jalan arah ke kawah yang membuat pemandangan kurang bagus dan terkesan tidak rapi.
Di salah satu saung saya menerbangkan drone untuk mengambil pandangan atas area Kawah Sikidang. Mengambil foto tampak atas dan mendekati area kawah.
Kemudian kami mendekati area kawah, ke area kolam yang mengandung lumpur panas yang bergolak. Areanya tidak begitu luas, mungkin seluas lapangan volley. Area ini di pagari sekelilingnya sehingga pengunjung tidak mendekati bibir kolam. Asap pekat menyelimuti kolam kawah dan bergerak sesuai arah angin bertiup. Di sekelilingnya terlihat asap-asap belerang yang keluar melewati celah-celah bebatuan. Karena mengandung belerang sebaiknya kita jangan berlama-lama berdiri di suatu tempat dan usahakan memakai masker.
Untuk melihat view kolam kawah dari atas, kita bisa memanjat bukit di belakang kolam. Dari ketinggian ini kita bisa melihat view kolam dan latar perbukitan di sekeliingnya.
Kemudian kami mendekati area kawah, ke area kolam yang mengandung lumpur panas yang bergolak. Areanya tidak begitu luas, mungkin seluas lapangan volley. Area ini di pagari sekelilingnya sehingga pengunjung tidak mendekati bibir kolam. Asap pekat menyelimuti kolam kawah dan bergerak sesuai arah angin bertiup. Di sekelilingnya terlihat asap-asap belerang yang keluar melewati celah-celah bebatuan. Karena mengandung belerang sebaiknya kita jangan berlama-lama berdiri di suatu tempat dan usahakan memakai masker.
Kawah Sikidang |
Kawah Sikidang |
Dari Kawah Sikidang kami melanjutkan ke Padang Savana yang tidak terlalu jauh jaraknya. Sebenarnya sebelum ke Sikidang kita melewati papan petunjuk arah ke Padang Savana. Meskipun tidak egitu jelas petunjuknya akhirnya kami menemukan pos penjagaan wana wisata yang kurang dikenal ini.
Berada di pinggir jalan utama, terdapat pos sederhana, dengan membayar HTM Rp. 7.500 per orang dan parkir Rp. 5.000 kemudian dilanjutkan trekking. Trekking dimulai dengan melewati pipa-pipa pembangkit listrik tenaga panas bumi yang memang banyak terdapat di sini. Melintasi pipa kemudian trekking mengikuti jalan setapak mendaki bukit. Terdapat taman yang sudah tidak terusur, padahal viewnya di sini sangat bagus, selain melihat view pedesaan juga kita bisa melihat view Kawah Sikidang.
Kawah Sikidang di kejauhan |
Terus mendaki bukit melewati jalan setapi berhutan pinus, lumayan menguras tenaga. Di puncak bukit jalanan agak landai cenderung menurun melewati semak-semak. Selanjutnya jalanan mulai menurun melewati semak-semak hingga mencapai area yang rata. Di sini kita bisa melihat savana hijau kekuningan.
Padang Savana Dieng |
Padang Savana Dieng |
Savana ini bagaikan hamparan permadani hijau, dihiasi bukit-bukit dan lembah-lembah kecil dan tidak terlalu dalam. Di ujung savana terdapat hutan yang sekaligus menjadi batas padang savana ini. Di musim kering, savana ini akan berwarna kecoklatan dan akan terlihat eksotis. Hijaunya savana ini memberikan kesan sejuk dan damai, apalagi berada di ketinggian menjadikan suasananya sejuk dan dingin. Indahnya suasana di sini sangat cocok bercengkrama dengan teman-teman, berfoto ataupun sekedar bermalas-malasan dan tidur-tiduran.
Di lembah yang merupakan bagian terendah savana ini terdapat mata air kecil, (sepertinya) bisa dijadikan sumber air buat yang berkemah di sini. Meskipun begitu, di salah satu sudut savana ini terlihat kolam/rawa yang berair tak terlau dalam. Untuk menghindari angin, biasanya pengunjung berkemah di sekitar hutan yang banyak pephonan. Meskipun saat kami datang baru terlihat satu tenda, namu pas turun terlihat banyak pengunjung yang datang membawa peralatan berkemah.
Hari semakin sore, hampir jam 5 dan udara tiba-tiba dingin menusuk. Saatnya kami turun dan kembali ke penginapan. Sebelum ke penginapan kami mampir sebentar ke kompleks Candi Arjuna yang kebetulan kami melewatinya.
Untuk masuk ke kompleks Candi Arjuna, kami sudah tidak membayar tiket masuk lagi karena tadi sudah membeli tiket terusan di Kawah Sikidang. Di sini kami cuman membayar parkir Rp. 5.000. Sebelum masuk ke kompleks Candi Arjuna, kami berfoto sebentar di Candi gatotkaca yang berada di samping parkiran. Candi ini adalah Candi tunggal, tidak terlalu besar. Meskipun begitu masih terlihat cantik dengan latar belakang pegunungan.
Candi Gatotkaca |
Memasuki area Candi Arjuna, melewati taman hari sudah mulai gelap. Tidak terlalu banyak pengunjung tersisa di area candi dan itupun sudah mulai meninggalkan lokasi. Terdapat beberapa candi utama dan candi pengiring. Terdapat juga area yang dalam proses renovasi. Untuk cerita lengkap mengenai Candi ini bisa di baca via Wikipedia.
Jalan menuju Candi Arjuna |
Kompleks Candi Arjuna |
Hari mulai gelap, dan angin dingin mulai menusuk dan lampu-lampu taman sudah mulai hidup. Dan kami pun meninggalkan lokasi. Lain kali, kalau ada waktu, saya akan berkunjung ke kompleks candi ini lagi, dan tentunya di siang hari.
PS: lokasi ini di larang menggunakan drone